Sosial Media
0
Nasional
    Loading..

    Home Kesehatan Pusing

    Pusing? Bisa Jadi Gejala Aritmia

    2 min read

    Ilustrasi Pusing | Credit: pexels.com/pixabay


    AMANAH INDONESIA -- Ketua Perhimpunan Aritmia Indonesia (PERITMI) dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP (K), PhD mengatakan, pusing sendiri bisa menjadi salah satu gejala aritmia selain gejala lain seperti pingsan dan jantung berdebar. 

    "Hanya pusing saja yang bisa menjadi gejala aritmia, lalu pingsan merupakan salah satu gejala yang paling sering disebabkan oleh aritmia. (Gejala) yang paling umum adalah jantung berdebar, dan  paling takut aritmia menyebabkan serangan jantung," kata Sunu di Jakarta. , pada hari Selasa.  

     Aritmia merupakan gangguan irama jantung yang bisa terjadi terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur sehingga dapat menyebabkan kematian yaitu  stroke dan gagal jantung jika tidak segera ditangani. Menurut Sunu, aritmia menjadi penyebab serangan jantung paling umum, yaitu 88 persen, seperti yang  dialami pemain sepak bola Denmark Christian Eriksen saat bermain melawan Finlandia pada Juni 2021. 

     Dalam penanganan kondisi ini, bantuan hidup dasar, yaitu serangkaian tindakan primer untuk memulihkan fungsi pernapasan atau peredaran darah, menjadi prioritas utama pasien. 
     “Masalahnya, serangan jantung seringkali tidak dapat diprediksi, sehingga mendapatkan terapi yang dapat membantu orang tersebut bertahan hidup sangatlah penting,” kata Sunu. 
     
     
     Senada dengan itu, Dewan Pembina PERITMI Dr. DR. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP (K), FIHA, FAsCC mengatakan, data tahun 2023 menunjukkan prevalensi aritmia secara umum berkisar 1,5 hingga 5 persen dari populasi dunia. Aritmia yang paling umum adalah fibrilasi atrium (AF), dengan prevalensi global sebesar 46,3 juta, dan  prevalensi FA diperkirakan akan terus meningkat menjadi 72 juta pada tahun 2050 di Asia (diperkirakan menjadi 3 di Indonesia). juta). 

     Menurut Dicky, penderita aritmia biasanya memiliki gejala seperti detak jantung lebih cepat dari biasanya (takikardia), detak jantung  lebih lambat dari biasanya (bradikardia), pusing, pingsan, kelelahan, sesak napas, dan nyeri dada. 

    Aritmia dapat terjadi pada siapa saja, seringkali terjadi secara acak dan bersifat bawaan pada sejumlah kecil pasien. Namun ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang  terkena aritmia, yaitu  usia, penyakit jantung koroner, penggunaan obat atau zat tertentu, konsumsi alkohol berlebihan, penggunaan obat tertentu, merokok, dan konsumsi kafein berlebihan. 
     
    Dicky mengatakan  aritmia bisa ditangani dengan  ablasi kateter, yaitu prosedur detak jantung  tidak teratur dan terlalu cepat dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah ke jantung. Teh dikatakan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi sehingga menjadi pilihan utama. Walaupun pemberian obat-obatan hanya dapat mengurangi terjadinya aritmia, namun tidak menyembuhkannya. 

    Aritmia juga dapat ditangani dengan perangkat cardioverter defibrillator (ICD) implan untuk mencegah kematian jantung mendadak. Tugas utama ICD adalah memulihkan fungsi jantung melalui sengatan listrik jika terjadi  irama jantung tidak teratur. 

     ICD adalah  alat  kecil yang ditanamkan di  dada untuk mengembalikan irama jantung yang tidak normal. Perangkat ICD memiliki baterai yang tahan hingga delapan tahun, tergantung frekuensi pengoperasian perangkat. (*)
    Additional JS