Tanda 'Biru' pada Bayi Baru Lahir, Dokter Ungkap Bahayanya
2 min read
Ilustrasi bayi. (Gambar oleh Stephanie Pratt dari Pixabay) |
Dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (20/11), Suprayitno menjelaskan bahwa kelainan jantung bawaan pada anak umumnya terbagi menjadi dua kategori, yakni kategori biru dan tidak biru. Pada kategori biru, lanjutnya, kelainan ini terjadi karena kadar oksigen yang beredar di tubuh anak berada di bawah normal atau saturasi oksigen kurang dari 90 persen.
"Nah, keluhan biru ini biasanya langsung diketahui sejak pasien atau si anak ini lahir. Jadi, biasanya itu terlihat biru di bibir-bibir dan juga di ujung-ujung jari," ujar Suprayitno.
Beragam Penyebab
Menurut Suprayitno, ada dua jenis utama kelainan jantung bawaan tipe biru. Pertama, disebabkan oleh penyempitan aliran darah dari bilik jantung sebelah kanan ke pembuluh darah paru-paru. Penyempitan ini menyebabkan jumlah darah yang mendapatkan oksigen berkurang sehingga lebih banyak darah dialirkan ke sistem peredaran darah besar.
"Dan yang kedua adalah tidak ada penyempitan, tapi fisiologi aliran darahnya itu paralel," jelasnya.
Ia menambahkan, aliran darah yang paralel membuat sistem sirkulasi darah sistemik menerima lebih sedikit darah yang teroksigenasi karena alirannya tidak menuju pembuluh darah paru-paru.
Gejala kelainan ini, menurut Suprayitno, sangat bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Pada kasus ringan, warna biru hanya muncul saat anak menangis atau mengedan. Namun, ada pula kondisi berat di mana anak langsung tampak biru setelah lahir.
"Namun ada juga anak yang begitu lahir sudah sangat biru. Dan memang makin berat derajatnya, tentu makin berisiko untuk terjadi sesuatu yang lebih fatal," katanya.
Dampak dan Pencegahan
Suprayitno mengingatkan, penanganan kelainan jantung bawaan tidak boleh ditunda karena dapat memengaruhi organ lain. Masalah yang dapat timbul meliputi penurunan kesadaran, kejang, hingga penurunan kekuatan jantung untuk memompa darah.
Meskipun penyebab pasti kelainan jantung bawaan tidak diketahui, Suprayitno menyebutkan beberapa faktor risiko yang dapat dihindari, seperti infeksi pada masa kehamilan, terutama trimester pertama, serta konsumsi obat-obatan dan alkohol oleh ibu hamil.
Saat ini, deteksi dini kelainan jantung pada janin sudah memungkinkan dilakukan di Indonesia. Namun, Suprayitno mencatat bahwa tindakan intervensi medis selama janin masih dalam kandungan belum dapat dilakukan seperti di luar negeri. (*)